Indonesia pantas
berbangga memiliki bibit-bibit penulis muda yang tergabung dalam komunitas
sastra atau organisasi peduli literasi, salah satunya Forum Lingkar Pena (FLP)
yang diinisiasi oleh penulis bangsa salah satunya Helvy Tiana Rosa. Tak pelak,
organisasi ini pernah meraih Anugerah Komunikasi Indonesia (AKI) kategori
Jaringan Komunikasi Sosial dari Kemenkominfo RI (2015).
Setidaknya, terpapar
sejumlah harapan yang ideal. Diantaranya, sebagai organisasi yang giat
memberikan informasi yang mendidik, mencerahkan dengan karya-karya yang berkualitas,
serta memberdayakan masyarakat tidak hanya dari kalangan intelektual tapi juga
wadah bagi ibu-ibu rumah tangga dan kaum muda, dalam rangka membangun
Indonesia.
Di tengah paparan
harapan itu, tentu saja FLP memiliki metode tersendiri untuk membina anggotanya
dari tingkat wilayah, cabang dan ranting baik secara online maupun offline. Pada
situasi dimana dunia semakin mengalami perkembangan zaman termasuk di dalamnya
kemajuan teknologi hingga pandemi Covid-19, FLP dan penulis-penulis muda di
dalamnya mulai melakukan optimalisasi diri melalui media online. Dengan begitu
kemampuan anggota untuk menulis secara beradab tetap terjaga keidealisannya.
Bukankah setiap penulis memiliki cara untuk mempertahankan idealisme?
Berikut ini lima ulasan
bagaimana saya-sebagai anggota FLP dalam menjaga kekhasan tulisan.
Cara pertama yang saya
gunakan yaitu One Day One Paragraph.
Agar kemampuan menulis senantiasa terasah, maka harus ada kesungguhan dalam
diri dengan tiada hari tanpa menulis. Menuangkan apa saja ide-ide yang ada di
kepala di atas catatan kecil baik satu kalimat atau satu paragraf. Akan lebih
baik jika langsung mencatatnya pada gawai kita sehingga sewaktu-waktu catatan
itu digunakan, dapat segera di copy paste
ke dalam sebuah karya. Saya lebih menekankan, satu paragraf setiap hari
dengan minimal lima sampai enam kalimat. Tidak sulit. Saya yakin setiap hari
kita akan dihadapkan pada situasi baik itu senang maupun susah. Maka, gambaran
situasi tersebut jika dituangkan ke dalam tulisan akan bermanfaat di kemudian
hari ketika kita membutuhkan perbendaharaan kata.
Terkait hal itu saya
telah membuktikannya. Di suatu kesempatan menulis buku nonfiksi dengan tuntutan
seratus dua puluh halaman, rasanya pikiran mulai stagnan sampai batas seratus
halaman saja. Sekeras apa pun menuangkan ide terasa buntu. Namun, ketika tanpa
sengaja membuka catatan naskah di file
terdahulu, ternyata saya menemukan benang merah dan kesesuaian catatan tersebut
dengan tema buku yang saya tulis. Tentu saja hal itu memudahkan saya
menyelesaikan naskah sesuai dengan tuntutan yang diminta.
Cara kedua untuk
mempertahankan idealisme penulis di tengah perkembangan zaman adalah memanfaatkan media sosial sebagai
sarana untuk belajar dan pembinaan. Seperti kata Mike Ward (2002), internet
kini dimanfaatkan sebagai media massa layaknya televisi dan surat kabar. Sampai
akhirnya dikenal dengan sebutan media massa online atau media digital.
Kecepatan dan kecanggihan internet tidak bisa dimugkiri lagi terutama dalam hal
jarak, waktu dan kecepatan.
Karena kelebihannya
itu, masyarakat dapat mengakses informasi apa pun dalam waktu yang singkat
bahkan informasi yang disiarkan satu jam sebelumnya. Lebih lanjut, penulis
semakin dipermudah dengan banyaknya platform
menulis sehingga publik dapat langsung membaca karyanya. Penulis yang baik
adalah mereka yang beradab. Upaya mempertahankan idealisme menulis harus
dibarengi dengan penyisipan nilai moral dan hikmah positif yang dapat diterima
banyak orang.
Kita dapat memanfaatkan
secara bijak layanan internet sebagai sumber informasi seputar kepenulisan
mulai dari nama tokoh sastrawan hingga tips-tips yang diberikan untuk menjadi
seorang penulis profesional, mengupdate event
seputar kepenulisan di jaringan yang lazim digunakan seperti instagram, facebook, dan twitter serta memanfaatakan media whatsapp sebagai kelas-kelas menulis
online.
Seorang pengajar
komunikasi Universitas Airlangga, Suko Widodo dalam diskusinya mengatakan jika
pada umumnya media konvensional cenderung bersifat satu arah, media sosial
justru lebih interaktif bahkan dapat dilakukan secara langsung atau live streaming. Dengan potensi teknologi
yang ada, tentu penulis tidak merasa ketinggalan informasi, malah sebaliknya
terus tergali kemampuannya karena dapat belajar dari ahlinya kendati lewat
dunia maya.
Cara yang ketiga yaitu mengubah mindset kelemahan menjadi kelebihan. Seorang penulis harus pandai
melahirkan ide-ide dari kepekaannya terhadap lingkungan. Keadaan negara kita
memang sedang memburuk dengan datangnya wabah, tapi dari sini kita dapat
memantik ide bagaimana kondisi yang melemah ini dapat dijadikan sebuah wacana
yang mendidik bagi masyarakat.
Para penulis yang
berprofesi guru dapat menuliskan artikel tentang tips pembelajaran jarak jauh
siswanya di tengah pandemi. Para penulis yang berprofesi sebagai tenaga
kesehatan dapat menuliskan opini kaitan hal-hal yang mendorong terjangkitnya
wabah beserta penanganannya. Para cerpenis dapat menuliskan kisah-kisah yang
dialami manusia sepanjang wabah. Para kreator dan penulis buku anak dapat
membuat konten kreatif terkait wabah covid dengan animasi yang mudah dipahami.
Saya yakin ada banyak ide yang dapat digali dari peristiwa ini yang pada
akhirnya mengubah pola pikir kelemahan menjadi sebuah kelebihan.
Cara yang keempat
adalah memiliki komunitas. Sekali
lagi, saya patut berbangga dipertemukan
dengan wadah organisasi FLP yang menggembleng mental saya sebagai penulis
pemula. Saya suka menulis sejak remaja tapi tanpa kaidah penulisan yang benar.
Namun, setelah lolos open recruitment dan
tergabung FLP di usia dewasa saya jadi paham bagaimana tata cara menulis yang
benar.
Saya yakin ada banyak
komunitas atau organisasi kepenulisan di Indonesia. Titik poin dari wadah
tersebut tidak lain adalah untuk saling menyemangati antar anggota di samping
saling belajar teknik kepenulisan. Ya, motivasi dari para penulis inilah yang
terpenting dalam mempertahankan idealisme seorang penulis. Sebagai manusia
biasa, terkadang kita berada di under motivation,
apalagi jika penulis juga memiliki kesibukan yang lain. Maka dorongan positif antar anggota akan
memacu semangat kita kembali dalam menulis, terlebih jika melihat prestasi yang
telah diraih oleh mereka (anggota) di sebuah event kepenulisan. Bukan soal iri, bukan pula sombong, tetapi
prestasi itu layak dipublikasikan untuk memompa semangat anggota lainnya.
Di masa pandemi
Covid-19, sebuah komunitas atau organisasi dapat tetap dimaksimalkan dengan memanfaatkan
media sosial. Seperti paparan sebelumnya, media sosial justru lebih interaktif.
Agenda rapat dan program kerja tetap dijalankan secara online demi
keberlangsungan anggota di dalamnya.
Cara yang terakhir,
yakni berdoa dan bersungguh-sungguh.
Sehebat apa pun seorang penulis, ada Dzat Yang Maha Hebat. Tuhan adalah penulis
skenario terbaik. Oleh karena itu, ketika seorang penulis berada di puncak
kejayaan maka jangan lupa bersyukur terhadap karunia yang Tuhan berikan.
Sebaliknya, ketika seorang penulis sedang berada di titik terendah sehingga
kehilangan mood jangan lantas
berputus asa sebab segala ilmu bersumber dari Tuhan. Perkuat doa dan kedekatan
kepada Tuhan agar pikiran kembali terbuka. Sesungguhnya doa menjadi kunci
pembuka kesuksesan seseorang.
Terasa sulit menjadi
seorang penulis, tapi sesungguhnya sangat mudah. Menulis adalah perbuatan yang
menyenangkan, bukan melenakan. Seorang penulis tidak boleh hanya sibuk
memikirkan bagaimana agar meraih nilai karya tertinggi sehingga lupa bahwa
dibalik ikhtiar itu ada doa yang harus dipanjatkan. Penulis tidak boleh lupa
bahwa setiap manusia diciptakan bukan untuk saling menyombongkan diri satu
dengan yang lain. Penulis selayaknya harus saling nasehat-menasehati bukan
malah menjerumuskan pada tuduhan kesalahan. Penulis harus senantiasa ingat
bahwa kecerdasan sejatinya karunia dan nikmat dari Tuhan bukan sebab kepintaran
manusia itu sendiri. Penulis hanya perlu merendah dihadapan-Nya lewat untaian
doa dan kekhusyukan ibadah.
Setelah sepenuh doa
dipanjatkan, jangan lupa untuk bersungguh-sungguh dalam berkarya. Tanpa
kesungguhan hasilnya adalah sia-sia. Seorang penulis Mesir Sayyid Quthb
mengatakan satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk
(tulisan) mampu menembus jutaan kepala. Goal
setting seorang penulis yang baik adalah agar dapat menyebarkan kebaikan
kepada masyarakat luas. Jika niatan ini dapat tertanam di dalam hati dan
pikiran, saya yakin seorang penulis akan bersungguh-sungguh melahirkan
karya-karya yang berbobot dan bermanfaat sehingga dapat dinikmati oleh banyak
pembaca.
Kelima cara yang
tersaji ini, diharapkan mampu mempertahankan idealisme para penulis untuk menjadi
penulis yang beradab. Tiada hari tanpa menulis. Tiada kondisi yang menghentikan
pena. Tiada ilmu yang tidak diikat dengan tulisan. Tentu saja, mereka yang
disebut sebagai penulis, tidak meninggalkan aktifitas utamanya untuk membaca.
Bahkan untuk membuat sebuah buku saja, paling tidak separuh koleksi buku
perpustakaan perlu dilahapnya. Giatkan membaca, lalu menulislah. Sebagaimana
nasihat bijak dari sastrawan bangsa Pramoedya Ananta Toer, orang boleh pandai
setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat
dan dari sejarah, menulis adalah bekerja untuk keabadian.[]
14 Komentar
MasyaAllah, bahasan tulisannya bagus banget. Menjawab pertanyaan saya juga untuk idealisme dalam menulis. Makasih Mba Tyas.
BalasHapusSuka kata-kata ini : Seorang penulis Mesir Sayyid Quthb mengatakan satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala
Sama-sama Mbak Evi, semoga bermanfaat :)
HapusMasyaAllah, terima kasih sudah mengingatkan, mbaa.. dan setuju sekali untuk one day one paragraph, saya juga sedang berusaha lebih rutin menulis setiap harinya, supaya kualitas tulisan jadi terus bertambah dan tetap terjaga..
BalasHapusSama-sama Mbak, semoga bermanfaat :)
HapusIde bagus nih. satu hari satu paragraf.. pasti ntar nggak terasa lama-lama jadi banyak
BalasHapusbetul Mbak ;D
Hapusdi zaman terbuka dan mudahnya akses informasi seperti sekarang ini, mempertahankan idealsme sebagai penulis sungguh tidak lah mudah, apalagi menjadi penulis di media. Tapi apapun itu, kalau si penulis sudah mempunyai komitmen terhadap prinsip-prinsip kepenulisan/jurnalistik insyaa Allah bisa...
BalasHapusbetul Mbak, semoga setiap tulisan kita bisa memberi nilai positif bagi pembaca
HapusBetul sekali, untuk membuat satu buku, harus baca banyak buku bahkan kalau perlu separuh perpustakaan harus dilahap. Good point!
BalasHapusyes Mbak
HapusMembangun konsistensi ini yg gk mudah bagi saya. Smoga kita bs mnjaga idealisme kita sbg penulis. Amiiin
BalasHapusAamiin Yaa Rabbal alamin, saling mendoakan Mbak
Hapuswaah mbak saya kagum bgt sama mbak Tyas, yg tetap menjaga konsistensi dalam menulis di tengah kesibukan menjadi ibu. dan sya suka bgt sama quotesnya. karna kadang kami suka terlena dg tujuan menulis, suka gagal fokus cuan cuan cuan wkwkwkk
BalasHapuskonsistensi dan cuan berbanding lurus Mbak, sama-sama perlu :D
Hapus